Mampu mensubstitusi konsentrat hingga 40 % dan meningkatkan produktivitas susu kabing perah 16 - 20 %
Indonesia memiliki sumber bahan pakan untuk ternak khususnya hijauan sangat beragam. Sayannnya pemanfaatan sumber daya alam tersebut belum optimal mengingat masih minimnya upaya penelitian tentang hal itu. Beranjak dari itu, Luky Abdullah, Dosen Fakultas Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor (IPB), sejak 2007 melakukan penelitian penggunaan tanaman indigofera (Indogofera sp.) sebagai sumber hijauan pakan untuk meningkatkan produktivitas kambing perah.
Guna memperkuat penelitian, ia sudah membudidayakan Indigofera di Jonggol dan Darmaga Kabupaten Bogor. Dari lahan seluas 1 ha milik Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor di Jonggol Jawa Barat, Luky sudah bisa memproduksi benih indigofera sebanyak 20 - 30 kg per 3 minggu. Sedangkan di daerah Darmaga Bogor di lahan seluas 3.000 m digunakan untuk tanaman siap panen.
Protein Tinggi
Dari hasil pengamatan Luky, kualitas rumput lapang yang ada saat ini rata–rata nilai proteinnya hanya 7 – 9 % dan tidak mencukupi untuk kebutuhan kambing perah yang mencapai 16 – 17 %. “Untuk mencukupi kebutuhan protein tersebut daun indigofera dapat menjadi alternatif solusi,” tandas Luky.
Luky menyebutkan indigofera merupakan tanaman yang sudah lama diketahui mempunyai nilai protein tinggi. Nilai protein daun indigofera bervariasi dari 25 – 28 % bahkan bisa sampai 31 %. “Di dunia terdapat hampir 700 spesies dan untuk kategori pakan yang sudah diteliti sebanyak 24 spesies. Jenis yang ada di Indonesia seperti Arrecta dan Cordifolia,” ungkapnya. Ia menambahkan, daun indigofera bersifat suplemen untuk menambah nilai gizi ransum ternak. Apalagi jika ternak hanya diberi rumput dengan kualitas protein yang rendah.
Industri Baru
Guna memudahkan dalam pemberian pada ternak, Luky merancang daun indigofera menjadi pelet. Menurut Luky, dalam bentuk pelet dapat lebih mudah dalam penanganan dan distribusinya. “Mengingat jika masih berbentuk daun sifatnya volummenous (balky) dan mudah busuk,” jelasnya. Pria berkacamata ini menyebutkan pelet ini dibuat dari daun tanaman indigofera berumur 60 hari. Pola tanamnya seperti kebun teh, sehingga memungkinkan produksi kontinu secara periodik.
Dihitung secara ekonomis, ia menjelaskan, pelet indigofera memiliki nilai bisnis yang baik. Selain dibutuhkan oleh para peternak dan industri pakan (sebagai bahan baku) harganya juga relatif murah jika dibandingkan dengan keunggulan yang ditawarkannya (praktis dan berkualitas tinggi). Luky menuturkan, dibandingkan dengan konsentrat yang mengandung protein 18 % dengan harga kisaran Rp 2.500 – 3.000 per kg, produk ini lebih ekonomis. Karena dengan kualitas yang sangat tinggi (protein 27 – 31 %) memiliki harga pokok produksi sekitar Rp 2.356 per kg dengan produksi pelet rata-rata 41 ton per tahun. “Untuk 100 ha lahan pay back (impas) periode untuk usaha ini hanya satu tahun, dan pada tahun ke dua dengan laba bersih 35 %, lalu 112 % untuk tahun ketiga, dan seterusnya,” terangnya.
Gambar ke-2 : Indigofera arrecta